Terkadang aku seperti seorang arsitek handal dengan egonya. Berlagak seperti Tuhan, merasa bahwa rancangannyalah yang paling sempurna sehingga tidak lagi memberi kesempatan kepada pemilik rumah untuk menuangkan idenya.
Sebenarnya, kita ini hidup untuk apa? Kita dilahirkan ke bumi tanpa basa-basi. Lalu dengan terpaksa menjalankan apa yang Tuhan takdirkan. Lalu mati begitu saja tanpa isyarat. Tuhan, sebenarnya apa mau-Mu? Aku masih mencari.
Aku takut akan masa depan. Dengan matang aku merancangnya, tanpa semua terealisasikan. Ya, hanya rancangan yang matang. Aku takut, takut akan kehilangan waktu-waktu berharga. Aku takut tidak melewati fase-fase hidup dengan baik. Aku takut dimasanya nanti aku tidak dapat tersenyum mengingat kenangan lalu. Aku ingin melewatinya sebaik mungkin, aku ingin tersenyum saat mengingat semuanya.
Dengan ketakutan dan keinginanku, akan ku realisasikan rancanganku itu. Disaat seorang arsitek sudah berani merancang, dia juga harus berani membangunnya. Dan aku yakin, apa yang aku rancang adalah apa yang aku pikir aku mampu. Tidaklah aku berani merancang apa yang tidak ku bisa. Memang hanya Tuhan yang tau apa yang pantas manusianya capai, tapi sejauh ini aku belum merasa diberitahu oleh Tuhan akan rancanganku yang salah, akan rancanganku yang tidak mungkin bisa aku wujudkan. Selama Tuhan tidak memberiku tanda-tandanya, tidak salah kan kalau aku menjadi seorang arsitek dengan egonya?
Dan saat ini, dengan waktu yang masih diberikan kepadaku, akan ku isi semaksimal mungkin dengan hal-hal yang nantinya akan membuatku tersenyum disaat aku mengingatnya. Memaksimalkan apa yang sekarang sudah ditangan tanpa lagi menyesali apa yang ingin kugenggam tapi tidak berhasil kugenggam.
Tapi satu hal Tuhan, bukan berarti aku ingin jadi arsitek sungguhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar